Saturday, February 6, 2016

Sastra Klasik | Sinopsis: Azab dan Sengsara


Suka baca novel?
Suka Sastra?
Kalo iya pasti udah pernah dong baca novel klasik ini? Belum pernah? Hmm, okelah no problem. Novel satu ini emang cukup sulit dipahami, terutama bagi pembaca seperti kita yang lahir dan hidup di era "elo-gue". Di sini yang dipakai bukan 100% bahasa Indonesia apalagi bahasa "Gaoel". Novel ini, seperti latar belakangnya, menggunakan bahasa Melayu
yang sering dipakai masyarakat pada tahun 1900-an. Bukan hal gampang memahami maksud setiap kalimatnya. Jadi, biar yang (ngaku-ngaku :P) suka sastra tapi belum pernah baca novel ini lebih kenal sama sastra kalsik, yuk dibaca sinopsis di bawah ini :)

Judul buku         :  Azab dan Sengsara
Pengarang          :  Merari Siregar
Tahun Terbit       :  1920
Penerbit              :  Balai Pustaka




                Aminuddin adalah seorang pemuda dari Kampung A. Ayahnya,  Baginda Di Atas, adalah kepala desa di kampung itu. Sejak kecil Aminuddin telah berkawan dengan Mariamin atau yang sering ia panggil Riam. Riam adalah anak Sutan Baringin, kakak dari ibu Aminuddin. Karena masih saudara itulah mereka sangat lekat pertemanannya meski berbeda keadaan. Orang tua Aminuddin adalah seorang yang kaya dan terhormat, sedangkan Riam hanyalah seorang yang miskin. Ayahnya telah meninggal dan kini ia hanya tinggal bersama ibunya. Sebenarnya dahulu Riam hidup dalam kecukupan. Namun karena ayahnya serakah dan suka berselisih, harta mereka akhirnya habis untuk menyelesaikan perkara ayahnya itu hingga mereka pun jatuh miskin dan ayahnya meninggal karena kesedihannya melihat hartanya yang telah habis.
            Pertemanan Aminuddin dan Riam akhirnya membuahkan perasaan saling mengasihi satu sama lain. Terlebih setelah kejadian hanyutnya Riam di sungai saat banjir. Aminuddin yang berhasil menolongnya, sejak saat itu semakin erat menjaga Riam dan semakin besarlah rasa cintanya terhadap Riam.
            Suatu hari Aminuddin datang ke rumah Riam dan memberi kabar bahwa ia akan pergi ke Medan mencari pekerjaan. Riam yang mendengar hal itu menjadi sangat sedih. Ia tak mau berpisah dengan Aminuddin. Aminuddin pun berjanji pada Riam bahwa ia akan membawanya ke Medan untuk menikah jika ia telah mendapatkan pekerjaan.  Akhirnya berangkatlah Aminuddin ke Medan meninggalkan Riam.
            Riam menjadi pemurung. Ibunya yang sedang sakit pun akhirnya tahu penyebabnya. Riam dinasihatinya agar tidak terlalu menyimpan harapan kepada Aminuddin karena kemungkinannya kecil melihat Riam hanyalah orang miskin sedangkan Aminuddin anak orang berada. Meski begitu Riam menolak perkataan ibunya. Ia percaya pada janji Aminuddin. Sementara itu, Aminuddin telah mendapatkan pekerjaan. Ia mengirim surat kepada Riam menyampaikan rindunya. Riam membalas surat itu dengan suka cita. Sejak saat itu Aminuddin semakin tidak sabar untuk segera menunaikan janjinya. Ia segera mengirim surat kepada Mariamin dan juga kepada orang tuanya.
            Menerima surat dan kabar baik dari Aminuddin, Riam merasa sangat berbahagia. Ibunya kembali mengulang nasihatnya yang terdahulu. Sementara itu, Baginda Di Atas yang juga menerima surat dari Aminuddin yang memintanya membawakan calon istrinya, yaitu Riam ke Medan merasa berbahagia karena ankanya sudah ingin menikah. Namun ia tidak setuju dengan pilihan anaknya. Menurutnya, Aminuddin haruslah menikah dengan wanita yang sama derajatnya. Istri Baginda Di Atas tidak setuju dengan suaminya. Ia mendukung pilihan anaknya karena selain masih saudara keputusan itu ia anggap sebagai usaha menolong keluarga Riam dari kesusahannya. Baginda Di Atas akhirnya mengajak istrinya ke dukun untuk melihat nasib Aminuddin jika ia menikahi Riam. Karena sebelumnya memang dukun itu telah diminta kerjasama oleh Baginda Di Atas, ia pun meramalkan nasib buruk jika Aminuddin melaksanakan niatnya. Istri Baginda Di Atas pun pasrah. Ia tidak ingin anaknya celaka. Akhirnya keduanya pun mencarikan calon istri yang lain. Seorang gadis keluarga bangsawan kaya diboyong ke Medan oleh orangtua Aminuddin.
            Aminuddin yang tidak sabar menunggu hari kedatangan calon istrinya menjadi sering bermimpi. Ia memimpikan peristiwa ketika Riam hanyut di sungai. Namun kali ini ia tak bisa menolongnya. Riam hanyut dan hilang terbawa arus sungai. Aminuddin menjadi resah. Ia takut mimpinya adalah pertanda buruk. Kekhawatirannya menjadi kenyataan. Orang tuanya datang bukan membawa Mariamin melainkan seorang gadis bermarga Siregar. Meski awalnya Aminuddin menolak keinginan orang tuanya, ia akhirnya menerima gadis itu sebagai istrinya karena adat mengatakan ayahlah yang berkuasa atas pernikahan anaknya. Aminuddin juga tidak ingin menjadi anak durhaka. Meski begitu, hatinya hancur. Ia melaksanakan pernikahan itu dengan terpaksa.
            Aminuddin mengirm surat permohonan maaf kepada Mariamin. Kabar dari Aminuddin itu menjadi pukulan bagi Mariamin. Hingga berbulan-bulan barulah ia bisa mampu menerima kenyataan pahit itu dan mengirim surat balasan kepada Aminuddin bahwa ia memaafkan Aminuddin.
            Suatu hari datanglahh seorang laki-laki meminang Riam. Laki-laki itu bernama Kasibun. Riam sendiri sebelumnya tidak mengenal Kasibun ini. Ia bahkan tak tahu asal-usulnya termasuk tabiat dan pekerjaannya. Namun atas permintaan ibunya yang ingin melihat anaknya bahagia sebelum ajalnya tiba, Riam akhirnya mau menikah dengan Kasibun. Riam pun diboyong ke Medan. Di sana Riam tahu bahwa Kasibun mengidap sebuah penyakit yang berbahaya dan akan menular jika mereka berhubungan suami istri. Riam yang tak mau tertular selalu menghindar jika diminta melayani suaminya itu. Akhirnya penolakan Riam itu semakin hari semakin menyulut amarah Kasibun. Keduanya semakin sering bertengkar bahkan Kasibun mulai bersikap kasar terhadap Riam.
            Sementara itu, Aminuddin yang tahu tentang pernikahan Riam datang bertandang ke rumah Kasibun. Riam yang terkejut akhirnya jatuh pingsan karena merasakan luka hatinya seperti tersayat-sayat. Dari keadaan Riam, Aminuddin tahu bahwa Riam mengalami penderitaan dan tidak berbahagia. Kasibun yang tahu kedatangan Aminuddin semakin  marah kepada Riam. Riam mau menerima orang lain yang bukan suaminya  padahal ia yang suaminya selalu mendapat penolakan dari Riam. Kasibun semakin keras pada Riam. Ia bahkan tak segan memukul, menampar, atau menendang Riam.
            Riam tak kuasa lagi menahan penderitaannya. Suatu hari ia lari dari rumahnya dan pergi ke kantor polisi. Ia melaporkan suaminya. Kasibun kena denda dan harus menceraikan Riam. Riam pun kembali ka kampungnya, Sipirok. Tak lama kemudian ia pun meninggal dunia.

            Novel ‘Azab dan Sengsara’ mengangkat tema umum tentang masalah perkawinan dalam hubungannya dengan harkat dan martabat keluarga serta adat istiadat yang ada dalam masyarakat Batak. Kisahnya sederhana. Aminuddin yang anak orang kaya ingin menikahi Riam yang miskin namun masih saudaranya. Sudah barang tentu niat Aminuddin itu tidak direstui oleh orangtuanya. Akhirnya Riam dikisahkan tetap berada pada kesengsaraan hidup di dunia.
            Novel ini dalam penyampaiannya menggunakan bahasa Melayu yang masih cukup sulit dipahami oleh pembaca. Meski ada footnote namun tetap tidak banyak membantu. Pembaca pada umumnya menjadi bosan karena tidak paham ataupun mengerti bahasanya.
            Melalui kondisi tokoh Riam yang digambarkan mengalami kesengsaraan, penulis ingin menyampaikan akibat yang ditimbulkan oleh adanya perjodohan dan kawin paksa, sikap materialistis, dan mementingkan diri sendiri.

No comments:

Post a Comment

Adsaraku