Suka baca novel?
Suka Sastra?
Kalo iya pasti udah pernah dong baca novel klasik ini? Belum pernah? Hmm, okelah no problem. Novel satu ini emang cukup sulit dipahami, terutama bagi pembaca seperti kita yang lahir dan hidup di era "elo-gue". Di sini yang dipakai bukan 100% bahasa Indonesia apalagi bahasa "Gaoel". Novel ini, seperti latar belakangnya, menggunakan bahasa Melayu
yang sering dipakai masyarakat pada tahun 1900-an. Bukan hal gampang memahami maksud setiap kalimatnya. Jadi, biar yang (ngaku-ngaku :P) suka sastra tapi belum pernah baca novel ini lebih kenal sama sastra kalsik, yuk dibaca sinopsis di bawah ini :)
Judul buku : Azab dan Sengsara
Pengarang : Merari Siregar
Tahun Terbit : 1920
Penerbit : Balai Pustaka
Aminuddin adalah seorang pemuda dari
Kampung A. Ayahnya, Baginda Di Atas,
adalah kepala desa di kampung itu. Sejak kecil Aminuddin telah berkawan dengan
Mariamin atau yang sering ia panggil Riam. Riam adalah anak Sutan Baringin,
kakak dari ibu Aminuddin. Karena masih saudara itulah mereka sangat lekat
pertemanannya meski berbeda keadaan. Orang tua Aminuddin adalah seorang yang
kaya dan terhormat, sedangkan Riam hanyalah seorang yang miskin. Ayahnya telah
meninggal dan kini ia hanya tinggal bersama ibunya. Sebenarnya dahulu Riam
hidup dalam kecukupan. Namun karena ayahnya serakah dan suka berselisih, harta
mereka akhirnya habis untuk menyelesaikan perkara ayahnya itu hingga mereka pun
jatuh miskin dan ayahnya meninggal karena kesedihannya melihat hartanya yang
telah habis.
Pertemanan Aminuddin dan Riam
akhirnya membuahkan perasaan saling mengasihi satu sama lain. Terlebih setelah
kejadian hanyutnya Riam di sungai saat banjir. Aminuddin yang berhasil
menolongnya, sejak saat itu semakin erat menjaga Riam dan semakin besarlah rasa
cintanya terhadap Riam.
Suatu hari Aminuddin datang ke rumah
Riam dan memberi kabar bahwa ia akan pergi ke Medan mencari pekerjaan. Riam
yang mendengar hal itu menjadi sangat sedih. Ia tak mau berpisah dengan
Aminuddin. Aminuddin pun berjanji pada Riam bahwa ia akan membawanya ke Medan
untuk menikah jika ia telah mendapatkan pekerjaan. Akhirnya berangkatlah Aminuddin ke Medan
meninggalkan Riam.
Riam menjadi pemurung. Ibunya yang
sedang sakit pun akhirnya tahu penyebabnya. Riam dinasihatinya agar tidak
terlalu menyimpan harapan kepada Aminuddin karena kemungkinannya kecil melihat
Riam hanyalah orang miskin sedangkan Aminuddin anak orang berada. Meski begitu
Riam menolak perkataan ibunya. Ia percaya pada janji Aminuddin. Sementara itu,
Aminuddin telah mendapatkan pekerjaan. Ia mengirim surat kepada Riam
menyampaikan rindunya. Riam membalas surat itu dengan suka cita. Sejak saat itu
Aminuddin semakin tidak sabar untuk segera menunaikan janjinya. Ia segera
mengirim surat kepada Mariamin dan juga kepada orang tuanya.
Menerima surat dan kabar baik dari
Aminuddin, Riam merasa sangat berbahagia. Ibunya kembali mengulang nasihatnya
yang terdahulu. Sementara itu, Baginda Di Atas yang juga menerima surat dari
Aminuddin yang memintanya membawakan calon istrinya, yaitu Riam ke Medan merasa
berbahagia karena ankanya sudah ingin menikah. Namun ia tidak setuju dengan
pilihan anaknya. Menurutnya, Aminuddin haruslah menikah dengan wanita yang sama
derajatnya. Istri Baginda Di Atas tidak setuju dengan suaminya. Ia mendukung
pilihan anaknya karena selain masih saudara keputusan itu ia anggap sebagai
usaha menolong keluarga Riam dari kesusahannya. Baginda Di Atas akhirnya
mengajak istrinya ke dukun untuk melihat nasib Aminuddin jika ia menikahi Riam.
Karena sebelumnya memang dukun itu telah diminta kerjasama oleh Baginda Di
Atas, ia pun meramalkan nasib buruk jika Aminuddin melaksanakan niatnya. Istri
Baginda Di Atas pun pasrah. Ia tidak ingin anaknya celaka. Akhirnya keduanya
pun mencarikan calon istri yang lain. Seorang gadis keluarga bangsawan kaya
diboyong ke Medan oleh orangtua Aminuddin.
Aminuddin yang tidak sabar menunggu
hari kedatangan calon istrinya menjadi sering bermimpi. Ia memimpikan peristiwa
ketika Riam hanyut di sungai. Namun kali ini ia tak bisa menolongnya. Riam
hanyut dan hilang terbawa arus sungai. Aminuddin menjadi resah. Ia takut
mimpinya adalah pertanda buruk. Kekhawatirannya menjadi kenyataan. Orang tuanya
datang bukan membawa Mariamin melainkan seorang gadis bermarga Siregar. Meski awalnya
Aminuddin menolak keinginan orang tuanya, ia akhirnya menerima gadis itu
sebagai istrinya karena adat mengatakan ayahlah yang berkuasa atas pernikahan
anaknya. Aminuddin juga tidak ingin menjadi anak durhaka. Meski begitu, hatinya
hancur. Ia melaksanakan pernikahan itu dengan terpaksa.
Aminuddin mengirm surat permohonan
maaf kepada Mariamin. Kabar dari Aminuddin itu menjadi pukulan bagi Mariamin.
Hingga berbulan-bulan barulah ia bisa mampu menerima kenyataan pahit itu dan
mengirim surat balasan kepada Aminuddin bahwa ia memaafkan Aminuddin.
Suatu hari datanglahh seorang
laki-laki meminang Riam. Laki-laki itu bernama Kasibun. Riam sendiri sebelumnya
tidak mengenal Kasibun ini. Ia bahkan tak tahu asal-usulnya termasuk tabiat dan
pekerjaannya. Namun atas permintaan ibunya yang ingin melihat anaknya bahagia
sebelum ajalnya tiba, Riam akhirnya mau menikah dengan Kasibun. Riam pun
diboyong ke Medan. Di sana Riam tahu bahwa Kasibun mengidap sebuah penyakit
yang berbahaya dan akan menular jika mereka berhubungan suami istri. Riam yang
tak mau tertular selalu menghindar jika diminta melayani suaminya itu. Akhirnya
penolakan Riam itu semakin hari semakin menyulut amarah Kasibun. Keduanya
semakin sering bertengkar bahkan Kasibun mulai bersikap kasar terhadap Riam.
Sementara itu, Aminuddin yang tahu
tentang pernikahan Riam datang bertandang ke rumah Kasibun. Riam yang terkejut
akhirnya jatuh pingsan karena merasakan luka hatinya seperti tersayat-sayat.
Dari keadaan Riam, Aminuddin tahu bahwa Riam mengalami penderitaan dan tidak
berbahagia. Kasibun yang tahu kedatangan Aminuddin semakin marah kepada Riam. Riam mau menerima orang
lain yang bukan suaminya padahal ia yang
suaminya selalu mendapat penolakan dari Riam. Kasibun semakin keras pada Riam.
Ia bahkan tak segan memukul, menampar, atau menendang Riam.
Riam tak kuasa lagi menahan
penderitaannya. Suatu hari ia lari dari rumahnya dan pergi ke kantor polisi. Ia
melaporkan suaminya. Kasibun kena denda dan harus menceraikan Riam. Riam pun
kembali ka kampungnya, Sipirok. Tak lama kemudian ia pun meninggal dunia.
Novel ‘Azab dan Sengsara’ mengangkat tema umum tentang masalah
perkawinan dalam hubungannya dengan
harkat dan martabat keluarga serta adat istiadat yang ada dalam masyarakat
Batak. Kisahnya sederhana. Aminuddin yang anak orang kaya ingin menikahi Riam
yang miskin namun masih saudaranya. Sudah barang tentu niat Aminuddin itu tidak
direstui oleh orangtuanya. Akhirnya Riam dikisahkan tetap berada pada
kesengsaraan hidup di dunia.
Novel ini dalam penyampaiannya
menggunakan bahasa Melayu yang masih cukup sulit dipahami oleh pembaca. Meski
ada footnote namun tetap tidak banyak
membantu. Pembaca pada umumnya menjadi bosan karena tidak paham ataupun
mengerti bahasanya.
Melalui kondisi tokoh Riam yang
digambarkan mengalami kesengsaraan, penulis ingin menyampaikan akibat yang
ditimbulkan oleh adanya perjodohan dan kawin paksa, sikap materialistis, dan
mementingkan diri sendiri.
No comments:
Post a Comment