Masih seputar sastra klasik nih, guys. Kali ini ada sinopsis Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis St. Sati. Langsung dibaca yuukk...
Sengsara Membawa Nikmat
Mdun adalah seorang pemuda yang disenangi oleh semua
orang di kampungnya. Budinya baik, sopan
santun, dan alim. Pada acara berdua belas di masjid, masa kenduri banyak
memberi hidangan kepada Mdun. Pada acara itu, Kacak, kemenakan Tuanku Laras,
juga hadir. Ia iri melihat hidangan yang bertumpuk-tumpuk di hadapan Mdun.
Kacak sebagai kemenakan Tuanku Laras tidak mendapat hidangan sebanyak itu. Kacak tidak disukai memang tidak disukai orang. Ia seorang yang congkak, tinggi hati, dan angkuh.
Kacak sebagai kemenakan Tuanku Laras tidak mendapat hidangan sebanyak itu. Kacak tidak disukai memang tidak disukai orang. Ia seorang yang congkak, tinggi hati, dan angkuh.
Ketika
permainan sepak raga di pasar, Kacak selalu mengarahkan tendangan bertubi-tubi
ke arah Mdun. Saat Kacak tergelincir, Kadirun
berseru mengucapkan cempedak hutan. Kacak merasa Kadirun dan Mdun mengejeknya.
Setelah kejadian itu orang tua Mdun menyuruh Mdun belajar silat pada Haji
Abbas. Kacak sendiri sudah pernah meminta haji Abbas mengajarnya tetapi
ditolak. Melihat Mdun diterima oleh Haji Abbas, semakin bencilah ia pada Mdun.
Ketika
keluarga Mdun mengirik padi. Tetangga dan keluarga banyak yang datang membantu.
Sorak sorai disertai senda gurau membuat suasana di sawah Mdun sangat bahagia.
Berbeda di sawah istri Kacak, yang membantu hanya beberapa. Kacak sangat marah.
Ia segera membalas dendam pada Mdun. Pak Inuh, saudaranya yang gila dilepas di
pasar. Pak Inuh mengacau dengan membawa sebilah pisau. Mdun bergerak menyelamatkan
pasar. Akibatnya justru Mdun ditangkap dengan tuduhan menganiaya saudara Tuanku
Laras. Mdun dihukum dan mendapat perlakuan kasar dari Kacak selama menjalani
hukumannya.
Suatu
ketika, istri Kacak tenggelam di sungai. Karena tidak ada seorang pun yang
berani menyelamatkannya, Mdun segera masuk ke sungai untuk menolong istri
Kacak. Ketika sampai di tepi, Kacak yang meilhat Mdun berada di dekat istrinya
yang tanpa busana karena pakaiannya telah hanyut menjadi marah. Ia pun mengamuk
pada Mdun. Mdun dihukum ronda malam. Saat ronda malam itulah Kacak ingin
mewujudkan niatnya membunuh Mdun namun Mdun selamat.
Pada
kesempatan lain, Kacak meminta bantuan orang suruhan terpercaya untuk
melaksanakan niatnya. Di Bukittinggi ada pacuan kuda yang bersamaan dengan
pasar malam. Mdun dengan tetap waspada berangkat ke Bukittinggi ditemani Maun.
Di pacuan kuda, Mdun dan Maun diserang orang suruhan Kacak. Penyerang Mdun
melancarkan pukulan sembari meneriaki Mdun maling sehingga semakin banyak orang
yang turut mengepung Mdun. Akibat kejadian itu, Mdun terpaksa menjalani
pemeriksaan dan dijatuhi hukuman penjara di Padang.
Di
rumah tahanan itu, Mdun mendapat perlakuan kasar. Sesekali pula ia diadu dengan
tahanan lain. Seorang tahanan bernama Turigi merasa kagum pada Mdun yang tabah.
Ia datang menolong Mdun ketika Mdun berkelahi dengan tiga orang. Semua tahanan
dan opas serta sipir segera surut. Mereka segan dengan Turigi. Ia adalah
seorang tahanan yang alim dan bijaksana.
Setelah
beberapa bulan bekerja di dalam tahanan akhirnya Mdun menjalani hukuman di luar
tahanan. Sebulan lamanya Mdun bekerja menyapu jalan di kota Padang. Suatu
ketika, ia menemukan sebuah kalung di bawah pohon. Mdun mengembalikan kalung
itu. Sejak itu, Halimah, si pemilik kalung, sering datang ke bawah pohon
membawakan makan siang untuk Mdun. Mereka pun semakin akrab. Bahkan ketika
Halimah mendapat kesulitan, Mdun menolongnya. Saat itu telah habis masa hukuman
Mdun sehingga ia bisa segera menolong Halimah. Halimah hendak diperkosa oleh
ayah tirinya. Halimah akan pulang ke Bogor. Mdun sendiri tidak ingin pulang ke
kampungnya karena Kacak masih berniat mencelakakannya. Maka ia memutuskan untuk
menemani Halimah ke Jawa, menemui ayah kandung Halimah.
Setelah
tinggal beberapa lama dengan Halimah, Mdun memutuskan untuk pergi ke Betawi
mencari pekerjaan karena ia ingin meminang Halimah. Di Betawi, Mdun bekerja
sama menjalankan perniagaan dengan seorang Arab bernama Syekh Abdullah al
Hadramut. Mdun menyadari kecurangan orang Arab itu. Ia pun meminta ijin untuk
berjualan sendiri. Syekh Abdullah memberi pinjaman modal. Namun ternyata Mdun
ditipu. Bunga pinjamannya sangat tinggi.
Sementara
itu, ayah Mdun yang telah sakit keras akhirnya meninggal. Ibu Mdun dan adiknya,
Juriah, hidup berkekurangan. Saat itulah ibu Mdun ingat wasiat Pak Mdun untuk menikahkan Juriah dengan Maun.
Akhirnya keduanya pun dinikahkan.
Ketika
berjalan di pasar, Mdun melihat seorang sinyo sedang diburu oleh seorang
serdadu. Dengan tangkas Mdun melindungi sinyo itu. Karena menolong sinyo itu,
Mdun mendapat pekerjaan sebagai juru tulis. Kecakapan Mdun membuatnya diangkat
menjadi mata-mata pengedar narkoba. Ketelitiannya yang berhasil menangkap para bandar
membuat Mdun diangkat menjadi menteri polisi di Tanjung Priok. Seiring dengan
hal tersebut, ia mendapat hadiah beberapa ribu rupiah. Uang itu kemudian Mdun
gunakan untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Halimah.
Suatu
ketika, Mdun mendapat tugas di Medan. Ketika sedang minum di sebuah hotel, Mdun
bertemu dengan Manjau, adiknya, yang menjadi pelayan di sana.
Setelah
6 tahun meninggalkan kampungnya, Mdun berniat minta pindah tugas di Minangkabau
agar ia bisa berdekatan dengan ibu dan adiknya. Surat permohonannya diterima.
Ia diangkat sebagai asisten demang di negerinya. Di kampungnya pula ia
mendapatkan gelar Datuk Paduka Raja.
Sengsara Membawa Nikmat menceritakan kisah Mdun yang dibenci oleh orang yang berkuasa. Mdun yang sabar dan tabah dapat menjalani semua cobaan
dengan baik. Ia bahkan memperoleh imbalan atas kesabarannya.
Novel ini secara
keseluruhan menggunakan bahasa Melayu namun cukup mudah dipahami. Inti cerita
yang mengandung pesan agar tidak mudah mendendam kepada orang lain dapat
tersampaikan dengan baik. Meski cukup menarik, namun novel ini tak luput dari
kekurangan. Bab awal selalu menceritakan perihal tokoh antagonis dengan
upayanya mencelakakan tokoh utama dengan inti cerita yang berbeda pada
masing-masing bab sedangkan bab akhir tiba-tiba cerita berganti menjadi cerita
yang benar-benar runtut pada setiap babnya. Hal ini menurut saya membuat
pembaca menjadi gagap dalam menanggapi sisi estetik dari novel ini.
No comments:
Post a Comment